Si sulung biasa nyuapi, si bungsu sumbang nyanyi.
Kekompakan keluarga Ongkowijoyo patut menjadi contoh. Hampir tiap bulan keluarga beranggota tujuh orang itu selalu menyisihkan waktu dan uang berbagi kasih dengan anak-anak panti asuhan. Bukan sekadar memberi bantuan, mereka juga menghibur warga panti dengan keterampilan seni.
*** SEKARING RATRI ADANINGGAR ***
Wanita itu sedang menyuapi seorang bocah cacat. Sesekali makanannya tercecer di pakaian si wanita. Tapi, wanita berambut sebahu tersebut seolah tak ambil pusing dengan remah-remah yang mengotori bajunya yang putih bersih.
Di sudut belakang, seorang pemuda bercanda dengan gadis cilik. Di sisi lain, seorang remaja juga sedang bermain-main dengan sekelompok anak kecil.
Ya, orang-orang dewasa itu adalah anggota keluarga Ongkowijoyo yang sedang berkunjung ke Panti Asuhan Bhakti Luhur Jumat (25/4). Keluarga tersebut memang bukan keluarga baru di lingkungan Bhakti Luhur. Hampir setiap bulan keluarga yang terdiri atas tujuh orang itu tidak pernah absen mengunjungi panti asuhan yang berlokasi di kawasan Wisma Tropodo tersebut.
Mereka selalu disambut gembira oleh para penghuni panti. "Kami sudah kenal sama Cece dan Koko Ongkowijoyo," ujar Maya, seorang penghuni panti. "Kami di sini sudah seperti adik-adiknya sendiri. Kami senang punya keluarga yang baik-baik itu," sambung Maya, bocah 10 tahun.
Saat berkunjung, keluarga Ongko selalu membawa banyak bingkisan untuk dibagikan kepada para penghuni panti. Ada snack, jelly, minuman ringan, susu, gula, minyak, dan barang-barang pokok lain. Acara pembagian selalu berlangsung tertib. Tidak ada yang berebut. "Mereka sudah terbiasa dengan makanan yang selalu dibawa keluarga Ongkowijoyo," ujar pengurus panti.
Keluarga tersebut beranggota pasangan Ongkowijoyo dengan lima putra-putrinya. Yakni, si sulung Fonny Syndi Ongkowijoyo, Selvy Syndi Ongkowijoyo, Daniel Yusuf Ongkowijoyo, Yohannes Yusuf Ongkowijoyo, dan si bungsu Carmelia Syndi Ongkowijoyo. Mereka adalah keluarga yang peduli terhadap anak-anak kurang beruntung. Keluarga yang menetap di kawasan Tandes itu pun selalu berbagi dengan sesama dalam kunjungan-kunjungan sosial ke panti-panti asuhan.
Kunjungan ke panti asuhan merupakan kegiatan rutin bulanan keluarga itu. Mereka rutin mengunjungi empat panti asuhan. Selain Bhakti Luhur, mereka rajin menyambangi Panti Asuhan Matahari Terbit, Yayasan Kartini, dan Pelayanan Kasih.
Keluarga itu sampai lupa sudah berapa kali menjalani kegiatan sosial yang jarang dilakukan keluarga-keluarga pada umumnya tersebut. Mereka hanya bisa menyebut ratusan kali. "Saya sampai lupa. Lha wong tiap bulan nggak pernah absen," tutur Fonny, si sulung.
Rutinitas keluarga Ongkowijoyo bermula pada 1993. Kala itu, Jimmy Ongkowijoyo diajak seorang rekan untuk menghadiri acara ulang tahun yang diadakan di Panti Asuhan Bhakti Luhur. Wanita 56 tahun itu pun setuju. Dia lantas mengajak empat anaknya (kecuali si bungsu, Carmelia, yang saat itu belum lahir, Red). "Waktu itu anak-anak masih kecil-kecil. Fonny, masih berusia 10 tahun," ujar Jimmy.
Kunjungan pertama segera disusul kunjungan-kunjungan berikutnya. Bedanya, setelah itu Jimmy dan anak-anak yang pergi sendiri. Tidak bersama orang lain. "Ya, saya sendiri sama anak-anak, ",ujar nenek dua cucu itu.
Berbekal dari kunjungan sosial yang rutin tersebut, muncul kepedulian sosial dari putra-putri keluarga Ongkowijoyo. "Kalau saya belum mengajak ke panti, mereka pasti akan tanya kapan ke panti," katanya.
Ibu lima anak itu mengungkapkan, tidak sulit menumbuhkan sikap kepedulian sosial pada anak-anaknya. Bahkan, tanpa disuruh, mereka rutin menyisihkan uang saku masing-masing untuk dibelikan bingkisan yang akan dibagikan kepada anak-anak panti. "Mungkin gara-gara sering saya ajak ke panti, mereka jadi terbiasa," tuturnya.
Jimmy mengaku punya masa kecil yang pahit. Wanita berambut pendek itu pernah merasakan hidup miskin. "Saya orang ndak punya. Saking miskinnya, saya sampai pernah tidak bisa makan dalam beberapa hari," kenangnya.
Kisah merana itulah yang kemudian menggugah Jimmy untuk ingat kepada kaum papa dan anak-anak yatim piatu. Kini, sikap itu menurun ke anak-anaknya, terutama Fonny, putri sulungnya.
Sejak usia 10 tahun, Fonny tidak pernah absen mengunjungi panti asuhan. Menurut wanita 28 tahun tersebut, pengalaman kali pertama berkunjung ke Panti Asuhan Bhakti Luhur adalah pengalaman yang paling berkesan. "Waktu itu ada panggung boneka. Jadi, aku masih ingat ekspresi anak-anak panti yang sueneng banget mendapat hiburan boneka," jelas ibu dua anak itu. Ekspresi gembira tersebut yang tertanam dalam memori Fonny. Sejak saat itu, dia berkomitmen untuk terus peduli dan ngopeni anak-anak yatim piatu.
Mengikuti sang kakak, Selvy juga tidak kalah semangatnya dalam aktivitas kemanusiaan itu. "Awalnya saya agak takut, tapi saya melihat kakak nyuapin sampai kadang bajunya kena ceceran makanan, kok kayak-nya nggak merasa terganggu. Akhirnya, saya juga jadi terbiasa dan senang berada di tengah anak-anak panti," kenang putri kedua keluarga Ongko itu.
Daniel, adik Selvy, lebih giat lagi. Bahkan, Daniel-lah yang kini menjadi motor utama keluarga Ongkowijoyo untuk berbakti sosial. "Sekarang aku yang selalu ngatur segala sesuatunya jika mau ke panti asuhan," ujar pria kelahiran 24 Oktober 1983 tersebut.
Di tangan Daniel, kegiatan sosial keluarga tidak melulu kunjungan anjangsana. Setahun sekali, keluarga sosial tersebut mengadakan pertunjukan seni di kompleks panti. "Ya, supaya mereka (anak-anak panti, Red) mendapat hiburan yang lain daripada yang lain," ujarnya.
Yang unik, seluruh penampilnya adalah anggota keluarga Ongkowijoyo. Fonny yang piawai menari selalu menampilkan keterampilannya menari tradisional. Daniel yang pandai melawak memilih menyajikan pertunjukan pantomim. Si bungsu Carmelia tak mau kalah. Dia yang pandai menyanyi biasanya memperdengarkan suara emasnya.
Hanya Yohannes, anak keempat, yang tak tampil dalam pertunjukan seni. Tapi, dia juga tidak tinggal diam. Dia yang selalu memimpin doa bersama. "Ya, saya kepingin jadi pendeta," ujar siswa SMA Dharma Mulia tersebut.
Tidak hanya kunjungan rutin ke panti setiap bulan. Keluarga Ongkowijoyo juga kadang menjadikan panti asuhan untuk menyelenggarakan pesta ulang tahun anak-anaknya. "Tahun kemarin (2007) kami mendatangkan barongsai ketika Carmelia berulang tahun," cetus Daniel.
Keluarga istimewa itu berniat melebarkan sayap sosialnya pada masa-masa yang akan datang. Daniel sedang merancang program penyisihan uang saku bagi para siswa atau mahasiswa. Mahasiswa Universitas Wijaya Putra itu ingin mengedarkan kotak-kotak amal di sekolah-sekolah. Kotak-kotak amal tersebut akan dikelola keluarganya untuk disalurkan ke panti-panti asuhan. Daniel menjamin tidak akan menyalahgunakan dana yang didermakan para siswa dan mahasiswa.
"Setiap bulan kami akan membuat laporan rinci terkait dana yang terkumpul dan ke mana penyalurannya. Kami tidak ingin mencoreng muka kami sendiri," tandas Daniel. (nw)